Kortikosteroid adalah nama jenis hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh
organisme agar dapat bertahan menghadapi
perubahan lingkungan dan infeksi.[1]
Hormon kortikosteroid terdiri dari 2
sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid dan hormon jenis mineralokortikoid. Keduanya memiliki pengaruh yang
sangat luas, seperti berpengaruh pada perubahan lintasan metabolisme karbohidrat, protein dan lipid,
serta modulasi keseimbangan antara air
dan cairan elektrolit tubuh;
serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular,
muskuloskeletal, saraf, kekebalan, dan fetal
termasuk mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru
pada masa janin.
Pada sistem endokrin, kortikosteroid mempengaruhi
aktivitas beberapa hormon yang lain. Misalnya mengaktivasi hormon jenis katekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalin dari hormon noradrenalin,
atau pada kelenjar tiroid, kortikosteroid menghambat sekresi hormon
TSH dan menurunkan daya fisiologis tiroksin. Aktivitas hormon GH juga terhambat meskipun pada simtoma akromegali, kortikosteroid justru meningkatkan sekresi iiihormon GH
dengan keberadaan hormon ACTH. Pada masa tumbuh kembang, terapi hormon kortikosteroid
atau simtoma hiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan
seorang anak terhenti sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyseal
plates dan pertumbuhan tulang
panjang. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid akan menghambat
sekresi hormon LH pada kelenjar gonad
yang seharusnya dilepaskan sel gonadotrop
sebagai respon atas stimulasi hormonal.
Pada sistem kardiovaskular,
kortikosteroid memberikan efek pada respon miokardial, permeabilitas
pembuluh darah kapiler dan pola denyut pembuluh darah
arteriol.
Pada jaringan otot, kortikosteroid dengan konsentrasi yang setimbang,
diperlukan bagi metabolisme pemeliharaan. Berubahnya kesetimbangan tersebut
dapat menyebabkan berbagai kelainan, misalnya peningkatan aldosteron akan menyebabkan simtoma hipokalemia
yang membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan
kadar glukokortikoid yang tinggi akan menyebabkan degradasi otot melalui lintasan katabolisme protein.
Kortikosteroid juga berdampak pada sistem saraf secara tidak langsung dalam banyak
hal. Adanya peningkatan eksitabilitas
otak pada simtoma hiperkortisisme dan setelah terapi
mineralokortikoid, lebih disebabkan oleh ketidaksetimbangan elektrolit daripada
perubahan konsentrasi sodium.
Kortikosteroid juga meningkatkan hemoglobin dan sel darah merah, mungkin disebabkan oleh melemahnya
mekanisme eritrofagositosis. Efek ini terlihat sebagai simtoma polisitemia
pada sindrom Cushing dan, anemia
normokromik ringan pada penyakit Addison.
0 komentar:
Posting Komentar