Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin)
adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang
memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme,[1] yang tidak dapat dihasilkan oleh
tubuh.
Nama ini
berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan amina (amine)
yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena
pada awalnya vitamin dianggap demikian.[2] Kelak diketahui bahwa banyak
vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini
digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.[3]
Terdapat 13
jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat).[3] Walau memiliki peranan yang sangat
penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif. Sumber berbagai vitamin ini dapat
berasal dari makanan, seperti buah-buahan, sayuran, dan suplemen makanan.[3]
Vitamin
memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula memberikan manfaat
kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu
penyakit.[3] Tubuh hanya memerlukan vitamin
dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di dalam tubuh kita akan terganggu
karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.[2] Gangguan kesehatan ini dikenal
dengan istilah avitaminosis.[4] Contohnya adalah bila kita
kekurangan vitamin A maka kita akan mengalami kerabunan.
Di samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat
menyebabkan gangguan metabolisme pada tubuh.[5]
Sejarah
Vitamin merupakan
suatu senyawa yang telah lama dikenal oleh peradaban manusia. Sudah sejak
ribuan tahun lalu, manusia telah mengenal vitamin sebagai salah satu senyawa
yang dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Seiring dengan berkembangnya
zaman dan ilmu pengetahuan, berbagai hal dan penelusuran lebih mendalam
mengenai vitamin pun turut diperbaharui. Garis besar sejarah vitamin dapat
dibagi menjadi 5 era penting.[6] Disetiap era tersebut, terjadi
suatu kemajuan besar terhadap senyawa vitamin ini yang diakibatkan oleh adanya
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Era penyembuhan empiris
Era pertama dimulai
pada sekitar tahun 1500-1570 sebelum masehi.[6] Pada masa itu, banyak ahli
pengobatan dari berbagai bangsa, seperti Mesir, Cina, Jepang, Yunani, Roma, Persia, dan Arab, telah menggunakan ekstrak senyawa
(diduga vitamin) dari hati yang kemudian digunakan untuk menyembuhkan penyakit
kerabunan pada malam hari. Penyakit ini kemudian diketahui disebabkan oleh
defisiensi vitamin A.[2] Walau pada masa tersebut ekstrak
hati tersebut banyak digunakan, para ahli pengobatan masih belum dapat
mengidentifikasi senyawa yang dapat menyembuhkan penyakit kerabunan tersebut.
Oleh karena itu, era ini dikenal dengan era penyembuhan empiris (berdasarkan
pengalaman).[7]
Christiaan
Eijkman, salah satu tokoh penting dalam sejarah penemuan vitamin.
Era karakterisasi defisiensi
Perkembangan
besar berikutnya mengenai vitamin baru kembali muncul pada tahun 1890-an.[7] Penemuan ini diprakarsai oleh Lunin
dan Christiaan Eijkman yang melakukan penelitian mengenai penyakit defisiensi pada hewan. Penemuan inilah yang kemudian memulai era
kedua dari lima garis besar sejarah vitamin di dunia.[6] Penelitian mereka terfokus pada
pengamatan penyakit akibat defisiensi senyawa tertentu. Beberapa tahun
berselang, ilmuwan Sir Frederick G. Hopkins yang sedang melakukan analisis
penyakit beri-beri pada hewan menemukan bahwa hal ini
disebabkan oleh kekurangan suatu senyawa faktor pertumbuhan (growth factor).[8] Pada tahun 1911, seorang ilmuwan kelahiran Amerika bernama Dr. Casimir Funk berhasil mengisolasi suatu senyawa
yang telah dibuktikan dapat mencegah peradangan saraf (neuritis) untuk pertama kalinya.[9] Dr. Casimir juga berhasil
mengisolasi senyawa aktif dari sekam beras yang diyakini memiliki aktivitas antiberi-beri pada tahun berikutnya. Pada saat
itulah (dan untuk pertama kalinya), Dr Funk mempublikasikan senyawa aktif hasil
temuannya tersebut dengan istilah vitamine (vital dan amines).
Pemberian nama amines pada senyawa vitamin ini karena diduga semua jenis
senyawa aktif ini memiliki gugus amina (amine). Hal tersebut kemudian
segera disanggah dan diganti menjadi vitamin (dengan penghilangan akhiran huruf
"e") pada tahun 1920.[10]
Masa keemasan
Era ketiga
sejarah vitamin terjadi beberapa dekade berikutnya.[7] Pada masa tersebut, terjadi banyak
penemuan besar mengenai vitamin itu sendiri, meliputi penemuan vitamin jenis
baru, metode penapisan yang diperbahurui, penggambaran struktur lengkap
vitamin, dan síntesis vitamin B12. Oleh karena hal tersebutlah, era
ketiga dari garis besar sejarah vitamin ini dikenal dengan masa keemasan (golden
age).[7] Banyak penelti yang mendapatkan
hadiah nobel atas penemuannya di bidang vitamin ini. Sir Walter N. Hawort mendapatkan nobel di bidang kimia
atas penemuan vitamin C pada tahun 1937. Hadiah nobel lainnya diperoleh oleh Carl Peter Henrik Dam di bidang Fisiologi - Pengobatan pada tahun 1943 atas penemuan vitamin K.[11] Fritz A Litmann juga turut memenangkan nobel atas
dedikasinya dibidang penelitian mengenai penemuan koenzim A dan perannya di dalam metabolisme tubuh.[11]
Tadeus
Reichstein, seorang ahli kimia yang berhasil memproduksi vitamin C secara
massal untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Era karakterisasi fungsi dan
produksi
Era keempat
ditandai dengan banyaknya penemuan mengenai fungsi biokimia vitamin di dalam tubuh, perannya
dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, dan produksi komersial vitamin
untuk pertama kalinya dalam sejarah.[7] Pada tahun 1930-an, para peneliti menemukan bahwa vitamin B2 merupakan bagian dari “enzim
kuning”. Vitamin B2 ini sendiri diperoleh dari ekstrak ragi.[12] Melalui penelitian ini juga,
kelompok vitamin B diketahui berperan sebagai koenzim
yang penting di dalam tubuh manusia. Produksi masal vitamin untuk pertama
kalinya juga terjadi pada era ini. Dikomersilkan pertama kali oleh Tadeus Reichstein pada tahun 1933, vitamin C telah dijual kepada masyarakat luas dengan
harga yang relatif murah sehingga terjangkau bagi khalayak ramai.[13] Vitamin C yang juga dikenal dengan istilah asam askorbat ini kemudian banyak dipakai sebagai
suplemen makanan, penelitian, dan gizi tambahan bagi hewan ternak. Atas hasil
penemuan ini, Tadeus Reichstein mendapatkan nobel di bidang Fisiologi –
Pengobatan pada tahun 1950.[14]
Era penemuan nilai kesehatan
vitamin
Hanya dalam
waktu 1 dekade berikutnya setelah era vitamin keempat, perkembangan ilmu
pengetahuan telah membawa vitamin keera berikutnya, yaitu era kelima dimana
banyak ditemukan nilai kesehatan dari masing-masing jenis vitamin dan penemuan
baru mengenai fungsi biokimia vitamin bagi tubuh.[7] Masa ini dimulai pada tahun 1955 ketika Rudolf Altschul menemukan bahwa niasin (vitamin B3) dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.[15] Peranan kesehatan ini terlepas dari
efek defisiensi vitamin B3 itu sendiri maupun perannya sebagai koenzim dalam
metabolisme tubuh.[16]
Berbagai vitamin
Secara garis
besar, vitamin dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu vitamin yang
larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Hanya terdapat 2 vitamin yang larut dalam air, yaitu
B dan C, sedangkan vitamin lainnya, yaitu vitamin A, D, E, dan K bersifat larut
dalam lemak.[17] Vitamin yang larut dalam lemak akan
disimpan di dalam jaringan adiposa (lemak) dan di dalam hati. Vitamin ini kemudian akan
dikeluarkan dan diedarkan ke seluruh tubuh saat dibutuhkan. Beberapa jenis
vitamin hanya dapat disimpan beberapa hari saja di dalam tubuh, sedangkan jenis
vitamin lain dapat bertahan hingga 6 bulan lamanya di dalam tubuh.[17]
Berbeda
dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya
dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama
aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang
terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh.
Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama urin.[18] Oleh karena hal inilah, tubuh
membutuhkan asupan vitamin larut air secara terus-menerus.
Vitamin A
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang berperan
dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari,
dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam
menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh.[17] Vitamin ini bersifat mudah rusak
oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara. Vitamin A banyak ditemukan pada
susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna hijau dan kuning),
dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan kuning,
seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya).[1]
Defisiensi
vitamin A dapat menyebabkan rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, dan penurunan daya tahan tubuh.
Kelebihan vitamin A di dalam tubuh dapat menyebabkan keracunan.[1] Penyakit yang dapat ditimbulkan
antara lain pusing-pusing, kerontokan rambut, kulit kering bersisik, dan
pingsan.[19] Selain itu, bila sudah dalam
kondisi akut, hal ini dapat menyebabkan kerabunan, terhambatnya pertumbuhan
tubuh, pembengkakan hati, dan iritasi kulit.[1]
Sayur-sayuran
hijau dan kacang-kacangan sebagai sumber vitamin A dan vitamin B yang tinggi.
Vitamin B
Secara umum,
golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama
dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas.[18] Hal ini terkait dengan peranannya
di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai
jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok
vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit). Sumber utama vitamin B berasal
dari susu, gandum, ikan, dan sayur-sayuran hijau.[19]
Vitamin B1
Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki
peranan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan
tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu, vitamin B1 juga membantu
proses metabolisme protein dan lemak. Bila terjadi defisiensi vitamin B1, kulit akan
mengalami berbagai gangguan, seperti kulit kering dan bersisik.[17] Tubuh juga dapat mengalami beri-beri, gangguan saluran pencernaan,
jantung, dan sistem saraf. Untuk mencegah hal tersebut, kita
perlu banyak mengonsumsi banyak gandum, nasi, daging, susu, telur, dan tanaman kacang-kacangan. Bahan makanan inilah yang telah terbukti
banyak mengandung vitamin B1.[1]
Vitamin B2
Vitamin B2 (riboflavin) banyak berperan penting dalam
metabolisme di tubuh manusia.[1] Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan
sebagai salah satu kompenen koenzim flavin mononukleotida (flavin mononucleotide, FMN) dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim ini berperan
penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses respirasi. Vitamin ini juga berperan dalam
pembentukan molekul steroid, sel darah merah, dan glikogen, serta menyokong pertumbuhan
berbagai organ tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku.[6] Sumber vitamin B2 banyak ditemukan
pada sayur-sayuran segar, kacang kedelai, kuning telur, dan susu. Defisiensinya dapat menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh, kulit kering bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, dan sariawan.
Vitamin B3
Beri-beri, penyakit yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin B1
Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi,
metabolisme lemak, dan protein.[20] Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki
peranan besar dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun dapat
dinetralisir dengan bantuan vitamin ini.[20] Vitamin B3 termasuk salah satu
jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging unggas, dan ikan.[17] Akan tetapi, terdapat beberapa
sumber pangan lainnya yang juga mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi,
antara lain gandum dan kentang manis. Kekurangan vitamin ini dapat
menyebabkan tubuh mengalami kekejangan, keram otot, gangguan sistem pencernaan,
muntah-muntah, dan mual.[19]
Vitamin B5
Vitamin B5 (asam pantotenat) banyak terlibat dalam reaksi
enzimatik di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan vitamin B5 berperan besar dalam
berbagai jenis metabolisme, seperti dalam reaksi pemecahan nutrisi makanan,
terutama lemak.[6] Peranan lain vitamin ini adalah
menjaga komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh. [20] Vitamin B5 dapat ditemukan dalam
berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga makanan nabati,
seperti sayuran hijau dan kacang hijau. Seperti halnya vitamin B1 dan B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan
kulit pecah-pecah dan bersisik. Selain itu, gangguan lain yang akan diderita
adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur.[1]
Vitamin B6
Vitamin B6, atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan vitamin yang esensial
bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai salah satu senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk
menghasilkan energi melalui jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid.[20][6] Selain itu, vitamin ini juga
berperan dalam metabolisme nutrisi dan
memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya
bagi tubuh.[20] Vitamin ini merupakan salah satu
jenis vitamin yang mudah didapatkan karena vitamin ini banyak terdapat di dalam
beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan ikan. Kekurangan vitamin dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan kulit pecah-pecah, keram otot, dan insomnia.[19]
Vitamin B12
Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya
khusus diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh karena itu, vegetarian sering kali mengalami gangguan
kesehatan tubuh akibat kekurangan vitamin ini.[20] Vitamin ini banyak berperan dalam
metabolisme energi di dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah
satu jenis vitamin yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet darah.[6] Telur, hati, dan daging merupakan
sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12. Kekurangan
vitamin ini akan menyebabkan anemia (kekurangan darah), mudah lelah
lesu, dan iritasi kulit.[1]
Vitamin C
Buah jeruk,
terkenal atas kandungan vitamin C-nya yang tinggi.
Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi
kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa
pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. [21] Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai
radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan sifatnya yang
mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan.[22] Selain itu, vitamin C berperan
dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh,
seperti otot. Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat
terjadi pendarahan dan memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen.[21] Melalui mekanisme inilah vitamin C
berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis
penyakit. Defisiensi vitamin C juga dapat menyebabkan gusi berdarah dan nyeri pada persendian. Akumulasi vitamin C yang berlebihan di dalam tubuh
dapat menyebabkan batu ginjal, gangguan saluran pencernaan, dan
rusaknya sel darah merah.[21]
Vitamin D
Vitamin D juga merupakan salah satu jenis
vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur,
susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh
vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini dapat membantu metabolisme kalsium dan
mineralisasi tulang.[23] Sel kulit akan segera memproduksi
vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet). Bila kadar vitamin D rendah maka
tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal, dimana betis kaki akan
membentuk huruf O dan X.[24] Di samping itu, gigi akan mudah
mengalami kerusakan dan otot pun akan mengalami kekejangan.[1] Penyakit lainnya adalah osteomalasia, yaitu hilangnya unsur kalsium dan fosfor secara berlebihan di dalam tulang. Penyakit ini
biasanya ditemukan pada remaja, sedangkan pada manula, penyakit yang dapat
ditimbulkan adalah osteoporosis, yaitu kerapuhan tulang akibatnya berkurangnya
kepadatan tulang. Kelebihan vitamin D dapat menyebabkan tubuh mengalami diare, berkurangnya berat badan, muntah-muntah, dan dehidrasi berlebihan.[17]
Vitamin E
Struktur molekul vitamin E
Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan
berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah
merah hingga hati. Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru
manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan ini terkait dengan kerja
vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan alami. Vitamin E banyak ditemukan
pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Walaupun hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang fatal bagi tubuh, antara lain kemandulan baik bagi pria maupun wanita. Selain itu, saraf dan
otot akan mengalami gangguan yang berkepanjangan.[19]
Vitamin K
Vitamin K banyak berperan dalam pembentukan
sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka. Defisiensi vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh dan kesulitan
pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga
berperan sebagai kofaktor enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat.[25] Oleh karena itu, kita perlu banyak
mengonsumsi susu, kuning telur, dan sayuran segar yang merupakan sumber vitamin
K yang baik bagi pemenuhan kebutuhan di dalam tubuh.[17]
Berikut adalah
senyawa-senyawa yang tergolong vitamin alami.
Tahun penemuan vitamin alami dan sumbernya
|
|||
Tahun penemuan
|
Vitamin
|
Nama biokimia
|
Ditemukan di
|
1909
|
Vitamin A
|
||
1912
|
Vitamin B1
|
||
1912
|
Vitamin C
|
||
1918
|
Vitamin D
|
||
1920
|
Vitamin B2
|
||
1922
|
|||
1926
|
Vitamin B12
|
Telur
|
|
1929
|
|||
1931
|
Vitamin B5
|
||
1931
|
Vitamin B7
|
Hati
|
|
1934
|
Vitamin B6
|
Kacang
|
|
1936
|
Vitamin B3
|
Ragi
|
|
1941
|
Vitamin B9
|
Hati
|
Senyawa serupa vitamin
Sel darah
merah, terbentuk sempurna oleh kontribusi vitamin B, C, dan E, serta asam
para-aminobenzoat
Selain
vitamin, tubuh juga memproduksi senyawa lain yang juga berperan dalam
kelancaran metabolisme di dalam tubuh. Senyawa ini
memiliki karakteristik dan aktivitas yang mirip dengan vitamin sehingga
seringkali disebut dengan istilah senyawa serupa vitamin ({{lang-en|vitamin
like substances).[26] Perbedaan utamanya dengan vitamin
adalah senyawa ini diproduksi tubuh dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Beberapa senyawa ini pernah diklasifikasikan ke dalam kelompok vitamin B kompleks karena kemiripan fungsi dan sumber
makanannya. Akan tetapi, secara umum peranan senyawa serupa vitamin ini
tidaklah sepenting vitamin.[27]
Kolina merupakan salah satu senyawa yang termasuk dalam
golongan senyawa serupa vitamin. Senyawa ini dapat ditemukan di setiap sel
mahluk hidup dan berperan dalam pengaturan sistem saraf yang baik dan beberapa
metabolisme sel.[28] Mioinositol (myoinositol) juga termasuk dalam golongan
senyawa serupa vitamin yang larut dalam air.[29] Peranannya dalam tubuh secara
spesifik belum diketahui. Contoh lain dari senyawa serupa vitamin ini adalah asam para-aminobenzoat (4-aminobenzoic acid, PABA) yang berperan sebagai senyawa antioksidan dan penyusun sel darah merah. Karnitina merupakan senyawa lain yang
berperan dalam sistem transportasi asam lemak dan pembentukkan otot tubuh.[28]
Vitamin sebagai antioksidan
Semua jenis
kehidupan di bumi memerlukan energi untuk dapat bertahan hidup. Untuk menghasilkan energi
ini, makhluk hidup memerlukan bantuan berbagai substansi, salah satunya adalah oksigen. Oksigen terlibat secara langsung
dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Sebagai
produk sampingannya, oksigen dilepaskan dalam bentuk yang tidak stabil. Molekul
inilah yang dikenal dengan nama radikal bebas (free radicals).[30] Oksigen yang tidak stabil memiliki elektron bebas yang tidak berpasangan
sehingga bersifat reaktif. Kereaktifan oksigen ini sangat berbahaya bagi tubuh karena
dapat mengoksidasi dan merusak DNA, protein, karbohidrat, asam lemak, dan membran sel di dalam tubuh.
Sumber radikal bebas lainnya adalah asap rokok, polusi lingkungan, dan sinar ultraviolet.[31]
Asap rokok,
salah satu sumber radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, terutama
paru-paru.
Tubuh
memiliki beberapa mekanisme pertahanan terhadap senyawa radikal bebas ini untuk
menetralkan efek negatifnya. Kebanyakan diantaranya adalah senyawa antioksidan alami, seperti enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan sendiri berarti
senyawa yang dapat mencegah terjadinya peristiwa oksidasi atau reaksi kimia
lain yang melibatkan molekul oksigen (O2).[32] Senyawa lain yang juga dapat
berperan sebagai antioksidan adalah glutation, CoQ10, dan gugus tiol pada protein, serta vitamin.[33] Beberapa jenis vitamin telah
terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Contoh vitamin yang
banyak berperan sebagai senyawa antioksidan di dalam tubuh adalah vitamin C dan
vitamin E.[6]
Vitamin E dapat membantu melindungi tubuh
dari oksidasi senyawa radikal bebas.[33] Vitamin ini juga mampu bekerja
dalam kondisi kadar senyawa radikal bebas yang tinggi sehingga mampu dengan
efisien dan efektif menekan reaksi perusakan jaringan di dalam tubuh melalui proses
oksidasi. Di samping vitamin E, terdapat
satu jenis vitamin lagi yang juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi,
yaitu vitamin C. Vitamin ini berinteraksi dengan
senyawa radikal bebas di bagian cairan sel. Selain itu, vitamin C juga dapat memulihkan kondisi
tubuh akibat adanya reaksi oksidasi dari berbagai senyawa berbahaya.[33]
Bila kadar
radikal bebas di dalam tubuh menjadi sangat berlebih dan tidak lagi dapat
diantisipasi oleh senyawa antioksidan maka akan timbul berbagai penyakit
kronis, seperti kanker, arterosklerosis, penyakit jantung, katarak, alzhemeir, dan rematik.[30] Bagi orang yang memiliki sejarah
penyakit kronis tersebut dalam garis keturunannya, dianjurkan untuk mengonsumsi
banyak makanan yang mengandung vitamin C dan E sebagai sumber senyawa
antioksidan. Selain itu, suplemen makanan juga dapat turut membantu mengatasi masalah
tersebut.
Vitamin dan penuaan tubuh
Struktur
mitokondria, salah satu organel sel penghasil energi bagi tubuh
Penuaan tubuh merupakan hasil akumulasi
dari berbagai kerusakan sel dan jaringan yang tidak dapat diperbaiki. Pada
keadaan normal, kerusakan pada sel dan jaringan tubuh dapat diperbaiki melalui proses
replikasi sel tubuh yang juga dikenal dengan
istilah mitosis.[34] Akan tetapi, pada berbagai kasus
sel yang rusak tidak lagi dapat diperbaharui, melainkan terus terakumulasi. Hal
inilah yang berpotensi menyebabkan penuaan pada tubuh.[33] Senyawa radikal bebas merupakan
salah satu agen yang berkontribusi besar dalam peristiwa ini.
Mitokondria merupakan salah satu organel sel yang paling rentan mengalami kerusakan oleh senyawa
oksigen reaktif (radikal bebas). Hal ini terkait dengan banyaknya reaksi
pelepasan oksigen bebas di dalam organel ini yang merupakan pusat metabolisme energi tubuh.[30] Banyak penelitian telah membuktikan
bahwa tingkat kerusakan mitokondria ini berhubungan langsung dengan proses
penuaan tubuh atau panjangnya umur suatu makhluk hidup. Selain itu, kerusakan DNA akibat reaksi oksidasi oleh radikal bebas juga turut
berperan besar dalam peristiwa ini.[30] Oleh karena itu, tubuh memerlukan
suatu senyawa untuk menekan efek perusakan oleh radikal bebas.
Vitamin
merupakan satu dari berbagai jenis senyawa yang dapat menghambat reaksi
perusakan tubuh best bodybuilding supplements oleh senyawa radikal bebas terkait
dengan aktivitas antioksidannya. Asupan vitamin antioksidan yang cukup akan
membantu tubuh mengurangi efek penuaan oleh radikal bebas, terutama oleh
oksigen bebas yang reaktif.[35] Selain itu, vitamin juga
berkontribusi dalam menyokong sistem imun yang baik sehingga risiko terkena berbagai penyakit degeneratif dan
penyakit lainnya dapat ditekan, terutama pada manula. Jadi, secara tidak langsung, asupan vitamin yang
cukup dan seimbang dapat menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan berumur
panjang.
0 komentar:
Posting Komentar